KORUPSI
Korupsi
politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua
bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi
yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini
dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain
Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
Kesejahteraan umum negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis”
ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,
karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan
toleransi.
Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut
Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik
investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di
Bulgaria yang mencapai angka 25 persen. Satu dari 4 perusahaan di negara
tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi
setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam
catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya
hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut
kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
Korupsi melemahkan
kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang
memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan lebih
murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000)
menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan
kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi
mengalami peningkatan.
Sebagai akibat dampak
pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan
dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset
Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan
meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara
kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh
semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau
dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
Korupsi berdampak pada
penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun
masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan
terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
contoh
kasus :
Terdakwa kasus gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah, dijatuhi hukuman penjara 14 tahun serta denda Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Wartawan BBC Indonesia, Arti
Ekawati, yang berada di gedung Pengadilan Tipikor melaporkan bahwa lima anggota
Majelis Hakim sepakat bahwa Fathanah bersalah dalam kasus gratifikasi namun
dalam tuduhan pencucian uang ada opini berbeda (dissenting opinion) dari
dua hakim dalam perkara pencucian uang.
Menurut kedua hakim tersebut,
kasus pencucian uang seharusnya diperiksa oleh kejaksaan dan kemudian
dilimpahkan ke pengadilan tinggi, bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
lalu ke pengadilan Tipikor. Sedangkan dalam kasus Fathanah, KPK sudah menangani
kasus ini dari awal.
"Menjatuhkan hukuman 14
tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti pidana 6
bulan," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango.
Majelis hakim mengatakan
terdakwa terbukti melakukan korupsi dan bersama-sama melakukan tindak pencucian
uang.
Sidang yang menurut jadwal
seharusnya dimulai pada pukul 14:00 WIB diundur hingga pukul 16:40 WIB, dengan
alasan menunggu kelengkapan seluruh anggota majelis.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa
Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut terdakwa dijatuhi vonis 7,5 tahun
dan denda Rp500 juta untuk dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi.
Sedangkan untuk dugaan tindak pidana
pencucian uang, ia dituntut 10 tahun penjara serta Rp1 miliar.
Ahmad Fathanah atau juga dikenal
sebagai Olong Ahmad ditangkap KPK pada 29 Januari 2013.
Pria yang kemudian diketahui
dekat dengan tokoh-tokoh Partai keadilan Sejahtera ini dituduh menerima
gratifikasi sebesar 1,3 miliar rupiah dari bos PT Indoguna.
Uang itu disebut akan diberikan
kepada Presiden PKS saat itu, Lutfi Hasan Ishak, untuk memuluskan pengurusan
penetapan kuota impor daging sapi dari kementerian pertanian.
Dari contoh kasus diatas dapat
dilihat bahwa korupsi sangat meresahkan masyarakat yang dikarenakan mangambil
uang rakyat dan menimbulkan kesenjangan social serta sangat merugikan Negara,
oleh karena itu harusnya para koruptor diberikan ganjaran yang sesuai dengan
apa yang telah mereka lalukan seperti mendapatkan hukuman yang berat dan tidak
mendapatkan remisi yang berguna untuk memberikan efek jera bagi koruptor yang
belum tertangkap.